Jatuh Cinta

Keadaan keluargaku sungguh berbeda dengan keluarga lain pada umumnya. Aku anak pertama dengan seorang adik laki-laki. Rumah tangga ibuku harus kandas sejak aku berumur empat tahun dan adikku baru menginjak usia setahun. Hal itu mengharuskan kami bertiga tinggal di rumah nenek bersama saudara-saudara ibu yang lain.

Di sinilah semua masalah dimulai. Adikku tumbuh dengan perhatian yang minim karena ibuku sibuk menafkahi kami. Ia menjadi nakal, kasar, bahkan tidak segan-segan memaki jika keinginannya tak terpenuhi. Masalah lainnya berkaitan dengan kondisi tanteku yang tinggal serumah dengan kami. Ia menderita depresi berat. Kami sekeluarga sudah menganggapnya gila, karena ia kerap berbicara ngawur dan teriak-teriak tidak karuan.

Semua tekanan ini membuatku menjadi sasaran pelampiasan amarah seluruh orang di rumah. Apapun yang kulakukan tidak pernah dinilai baik. Terlebih lagi, ibuku tidak terlalu setuju dengan bisnisku. Hal ini membuatku sering berselisih paham dengannya. Aku tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri. Prestasi kerjaku pun ikut terhambat karenanya. Aku merasa terpuruk. Semua serba kacau dan kupikir hanya keajaiban yang dapat memperbaikinya.

Aku bersyukur aktivitas bisnisku membawa banyak masukan yang berarti. Pola pikirku perlahan-lahan berubah menjadi lebih terbuka. Aku diajarkan untuk bersikap positif, memberi senyum dan semangat bagi orang-orang sekelilingku. Akupun berpikir, alangkah baiknya jika ini aku coba terapkan dalam keluargaku. Akan kuawali dengan mengungkapkan dan mengekspresikan rasa cintaku pada mereka.

Awalnya sangat sulit. Aku sendiri masih merasa canggung dan kaku melakukannya. Kapanpun bertemu dengan adikku, kuberikan senyum tulus untuknya, hal yang sesungguhnya sangat sulit kulakukan. Kubiasakan mendoakan dia setiap ia mau keluar rumah, dan aku pesankan agar hati-hati di perjalanan. Wajahnya tidak dapat menyembunyikan rasa terkejut, namun aku sengaja pura-pura tidak peduli. Kulanjutkan upayaku tanpa bosan.

Suatu malam dia pulang sangat larut, pukul satu. Aku bukakan pintu untuknya dan menawarkannya makan malam. Untuk kesekian kalinya dia tampak terkejut, namun mengangguk dengan antusias. “Kenapa Kakak baik padaku?” tanyanya di sela-sela makan. Aku menjawab pendek, “Karena kakak sayang padamu. Kamu adikku satu-satunya”. Adikku hanya tertegun mendengarnya.

Dua minggu berselang, perubahan baik mulai terlihat pada adikku. Hari itu ia membawakanku mangga sambil meminta maaf padaku. Buah tangan yang sederhana, namun memberikanku kebahagiaan yang luar biasa. Aku menerimanya dengan penuh haru. Di saat yang bertepatan dengan hari ulang tahunku, ia membelikanku sebuah baju. Aku senang luar biasa. Bagiku, perubahan ini adalah kado terindah yang pernah kuterima dalam hidupku. Kemesraan dengan adikku yang sudah lama kurindukan kini terwujud sudah.

* * *

Upaya yang sama akan kuterapkan pada tanteku, dengan harapan keajaiban juga terjadi padanya. Keluargaku berpikir mentalnya sudah terganggu sehingga kami tidak lagi mempedulikannya, bahkan menganggapnya tidak ada. Walaupun curahan perhatianku sudah berhasil merubah adikku, keluargaku tetap ragu hal tersebut akan berhasil juga pada tanteku. Cemoohan yang kudapat dari mereka tidak kuhiraukan. Aku tetap pantang menyerah.

Setiap pagi kubuatkan dia teh, kuajak makan, bercerita, dan memberikan semangat. Tidak lupa juga aku bertanya tentang kabarnya setiap hari. Aku lakukan semua ini dengan sepenuh hati. Sedikit demi sedikit aku mulai merasakan perubahan darinya. Tanteku mulai mau tersenyum dan menatap wajahku ketika kuajak berbincang-bincang. Biasanya ia tidak mau melihat wajah orang. Dia juga mulai mencari-cari aku jika beberapa saat tidak bertemu denganku. Mungkin ini terlihat seperti kemajuan yang kecil, tetapi bagi mereka yang tahu kondisi tanteku, ini sangat luar biasa. Terlebih lagi, akhir-akhir ini dia bahkan mulai mau ke dokter dan minum obat.

Doa-doaku telah terjawab, perlahan tapi pasti. Aku masih terus berdoa agar kehidupanku selalu bergerak ke arah yang lebih baik dan mampu keluar dari segala masalah yang menghimpit keluargaku. Ternyata cinta memang solusi dari segala problematika hidup.

Setiap hari aku berusaha melihat banyak hal dengan cara yang positif. Hal itu membuatku senantiasa berpikir dan bertindak lebih baik. Orang-orang di sekelilingku heran atas perubahan sikapku, mereka bertanya-tanya dan berpikir aku sedang jatuh cinta. Aku rasa memang benar, aku jatuh cinta lagi pada kehidupanku, kehidupan yang indah dan patut disyukuri.